Banyuwangi Club

Informasi, Wisata, Edukasi, Sejarah, Teknologi Banyuwangi

Klik Jasa Pembuatan / Service Website - Klik Jasa CCTV - Klik Jasa Pembuatan / Service Repeater

WATU DODOL BANYUWANGI

watu dodolObyek wisata ini berada di wilayah administrasi Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi, letaknya yang berada di perlintasan jalur yang menghubungkan Banyuwangi dan Situbondo membuat obyek wisata ini sangat mudah diakses baik dari arah Situbondo maupun dari arah Banyuwangi kota. Dari arah Banyuwangi kota ke obyek wisata ini dapat ditempuh dengan jarak 14 kilometer ke arah utara. Atau sekitar kurang lebih 5 kilometer dari pelabuhan ketapang. Pada hari hari libur watu dodol selalu dipadati pengunjung. Karena letaknya berada di tepi jalan poros Banyuwangi – Situbondo, watu dodol biasa dijadikan tempat peristirahatan sejenak setelah menempuh perjalanan jauh.
Selain menikmati indahnya panorama laut, pengunjung dapat pula mendaki bukit yang letaknya hanya bersebrangan jalan, di bukit ini telah disediakan track untuk dilewati oleh pengunjung. Sesampai di atas bukit, pengunjung dapat melihat panorama selat Bali yang lebih luas dan indah.
Untuk masalah makanan dan minuman, di pantai wisata ini telah tersedia warung-warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Selain itu juga terdapat kios-kios souvenir yang menyediakan barang-barang kerajinan berbahan baku dari kerang kerangan dan batu batuan laut

Informasi umum

Lokasi Bendera Indonesia Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur

Koordinat 8°5′30″LU 114°24′55″BT

Kawasan Wisata Pantai Watu Dodol merupakan pintu masuk ke Kabupaten Banyuwangi dari wilayah Kabupaten Situbondo. Nama Watu Dodol sendiri merujuk kepada sebuah batu besar setinggi 6 meter yang berlokasi tepat di antara kedua ruas jalan raya. Lokasi kawasan wisata ini sekitar 5 kilometer dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.

Etimologi

Dalam bahasa Jawa, Watu memiliki arti Batu. Istilah Dodol dapat diartikan sebagai jenang. Jenang Dodol dapat merujuk kepada makanan manis berbentuk persegi seukuran kelingking. Dodol juga dapat berupa makanan dari ketan yang ditumbuk, dibentuk lonjong seukuran telapak tangan, kemudian digoreng.

Keunikan wisata Watu Dodol

Watu Dodol

Watu Dodol merupakan batu karang berwarna hitam yang sangat keras serta memiliki bentuk yang unik, yaitu bagian atasnya lebih besar daripada dasarnya. Pada bagian selatan sisinya, tumbuh sebatang pohon kelor yang menambah keunikan batu tersebut. Meskipun dulu terlihat angker, tetapi kini Watu Dodol terlihat asri karena dihiasi taman sebagai jalur hijau.

Patung gandrung

Patung Gandrung (tarian khas Banyuwangi) dengan tulisan Selamat Datang di Kabupaten Banyuwangi menjadi penghias gerbang masuk ke Kabupaten Banyuwangi.

Sumur air tawar

Sumur air tawar berlokasi di area Pantai Watu Dodol. Penduduk setempat membatasinya dengan dinding yang terbuat dari batu. Air tawar yang dikeluarkan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Watu_dodol

Gua Jepang

Gua Jepang digunakan sebagai benteng pertahanan pada masa Perang Dunia II serta digunakan untuk mengawasi setiap kapal yang melintasi Selat Bali. Gua tersebut menghubungkan pintu gua dari sisi bukit menuju ke pintu gua di puncaknya. Kondisi gua kini kurang terawat dan tertutupi semak-semak sehingga sulit untuk ditemukan, kecuali bagi orang yang sudah mengetahui dengan pasti lokasinya.

Wisata dan peristirahatan tepi pantai

Pantai Watu Dodol dilengkapi tempat peristirahatan sementara bagi pengendara yang melintasi jalur Situbondo-Banyuwangi. Kawasan wisata pantai ini dilengkapi fasilitas parkir yang luas, warung-warung yang menyediakan makanan khas Banyuwangi, toko-toko yang menjual kebutuhan sehari-hari dan telepon seluler, kamar mandi bagi wisatawan yang bermain di pantai, dan persewaan perahu nelayan untuk ke tengah laut. Lokasi pantai cukup rindang karena banyak ditumbuhi pepohonan. Selain dibatasi laut di sebelah timur, lokasi wisata juga langsung berbatasan dengan bukit dan hutan, serta dekat dengan lokasi Watu Dodol.

Makam di puncak bukit

Makam di Watu Dodol pada Tahun 2011

Kuil_Tu_Di_Gong_Watu_Dodol_2011

Kuil Tu Di Gong di samping makam

Terdapat sepasang makam pada puncak bukit yang berlokasi tepat di belakang pantai Watu Dodol (sisi barat Watu Dodol). Sepasang makam tersebut dikeramatkan oleh berbagai kalangan, yaitu para penduduk setempat maupun orang-orang dari luar daerah Banyuwangi. Tidak jarang ada beberapa orang yang bertapa di lokasi makam tersebut.

Kondisi makam terawat baik. Sebuah kanopi bergaya China serta lantai bertegel putih menambah kebersihan dan keindahannya. Untuk masuk ke lokasi makam, disediakan tempat parkir luas yang dapat memuat belasan mobil. Jalan masuk menuju makan dibangun dengan batu serta kavling untuk mempermudah perjalanan pengunjung.

READ  Tahu Tek Surabaya di Banyuwangi

Pengunjung dapat menikmati pemandangan laut serta Watu Dodol dari puncak bukit, atau menikmati keasrian hutan yang dipenuhi satwa liar di sisi yang lain.

Ciri khas budaya China kembali ditunjukkan dengan adanya sebuah kuil kecil di sisi makam yang ditujukan kepada Dewa Bumi Tu Di Gong serta dilengkapi wadah untuk menancapkan hio.

Makam_Watudodol_2011

Upacara Puter Kayun

Upacara atau Ritual Puter Kayon merupakan sebuah festival penduduk setempat yang biasa dilakukan seusai Lebaran. Upacara tersebut merupakan perwujudan syukur penduduk setempat karena dapat melaksanakan Lebaran serta mengenang jasa Buyut Jakso, sesepuh yang pertama kali membuka Kampung Boyolangu. Upacara dimulai dengan mengarak tumpeng dan sesajian dari Boyolangu ke Pantai Watu Dodol. Sesajian selanjutnya dilarungkan ke laut sementara Tumpeng dimakan bersama-sama.

Hotel dan restoran

Lokasi Watu Dodol berdekatan dengan Pelabuhan Ketapang sehingga seringkali menjadi tempat peristirahatan bagi para pelancong yang hendak menuju atau dari Pulau Bali. Hotel yang terdapat di Kawasan Wisata Watu Dodol adalah Hotel Watu Dodol. Restoran yang berada di lokasi Kawasan Wisata Watu Dodol adalah Restoran Melaties.

Legenda

Kawasan Wisata Watu Dodol terkenal akan berbagai legenda mistisnya yang turut menarik perhatian wisatawan untuk datang.

Nama Watu Dodol

Pada masa Blambangan diperintah oleh Minak Jinggo, sempat terjadi peperangan antara pasukan Blambangan dengan Majapahit. Pasukan Blambangan mengalami kekalahan sehingga banyak yang melarikan diri menuju pantai di utara.

Seorang prajurit Blambangan membawa bekal berupa jadah (sejenis dodol, yaitu jenang ketan berbentuk lonjong seukuran telapak tangan). Saat beristirahat di tepi pantai, bekal yang ia bawa tertinggal. Dodol tersebut akhirnya berubah menjadi Watu Dodol.

Chen Fu Zhen Ren

Chen Fu Zhen Ren adalah seorang arsitek yang memenuhi sayembara Raja Mengwi untuk membangun sebuah taman kerajaan dalam kurun waktu tertentu. Namun, hingga tiga hari dari batas waktu yang ditentukan, arsitek tersebut belum membangun apa-apa. Selama ini Raja Mengwi terus memberinya peringatan, tetapi sang arsitek terlihat acuh. Pada malam di hari ketiga sebelum batas waktu berakhir, tiba-tiba saja taman istana yang sangat indah muncul begitu saja.

Semua orang terkejut. Raja Mengwi memerintahkan untuk menangkap sang arsitek karena takut. Pada malam harinya, dua orang prajurit yang ditugaskan menjaga sang arsitek membawanya kabur ke Blambangan karena mereka menganggap sang arsitek sebenarnya tidak bersalah apa-apa. Tidak seberapa jauh, pelarian mereka diketahui dan mereka dikejar hingga menyeberangi Selat Bali. Kedua prajurit tersebut bertempur mati-matian melindungi sang arsitek dan akhirnya tewas, sementara sang arsitek yang terkepung berubah menjadi batu berukuran besar dengan bentuk aneh, yaitu bagian atasnya lebih besar dari bawahnya. Penduduk setempat memakamkan kedua prajurit di puncak bukit di dekat Watu Dodol (makamnya masih sering dikunjungi hingga sekarang oleh berbagai kalangan kepercayaan dan agama), sementara batu besar itu disebut Watu Dodol dan masih dikeramatkan hingga sekarang.

Kyai Semar

Legenda ini diperkirakan bukan berasal dari masyarakat setempat (orang Using – penduduk asli Blambangan) karena mereka tidak mengenal pewayangan. Dikisahkan bahwa Semar berjualan di pantai Watu Dodol, tetapi bahan yang ia jual terguling. Berasnya yang tumpah menjadi hamparan pasir putih, sementara pikulan kayunya terlempar dan menancap di sela-sela Watu Dodol. Pikulan kayu tersebut tumbuh menjadi Pohon Kelor. Konon kayu kelor dapat menghilangkan segala ilmu kanuragan jika bersentuhan dengannya. Bekal air minum Kyai Semar yang tumpah menjadi sumber air tawar yang mengalir di bibir pantai.

Pasukan Jepang berusaha memindahkan Watu Dodol

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, pasukan Jepang pernah berupaya untuk memindahkan Watu Dodol karena mengganggu transportasi mereka. Puluhan orang dikerahkan untuk memotong Watu Dodol agar lebih mudah dipindahkan, tetapi ternyata tidak membawa hasil. Saat hendak digulingkan dengan ditarik kapal, ternyata Watu Dodol tetap bergeming, malah konon kapal yang menarik akhirnya tenggelam.

READ  BANYUWANGI INTERNATIONAL RUN

Perbaikan jalan Situbondo-Banyuwangi

Awalnya Watu Dodol terletak di sisi Timur jalan yang menghubungan Situbondo dengan Banyuwangi. Pada saat dilakukan pelebaran jalan, pemerintah setempat bermaksud memindahkan lokasi Watu Dodol yang menjadi ikon wisata daerah tersebut. Hal itu disebabkan pelebaran jalan lebih memungkinan dilakukan pada sisi timur, karena sisi barat jalan merupakan sebuah bukit. Setelah susah payah mendongkrak dan menggulingkan Watu Dodol, keesokan harinya Watu Dodol kembali tertancap di tempat semula. Setelah kejadian tersebut, Watu Dodol tidak pernah diganggu lagi. Itulah sebabnya kini Watu Dodol berada di tengah dua ruas jalan. Pemerintah setempat memperindah situs tersebut dengan menambahkan taman kecil di sekelilingnya.

Makam dua Putri

Seorang penganut aliran Kejawen yang bertapa di kawasan makam Watu Dodol pada tahun 2012 menceritakan bahwa ia memperoleh penglihatan. Dalam penglihatan itu, ia ditunjukkan bahwa sepasang makam keramat di kawasan Watu Dodol merupakan makam sepasang putri kerajaan yang diungsikan.

watu dodol


"Dana Kebersihan", Diduga Pungli Berkedok Parkir Resahkan Pengunjung Pantai Watu Dodol - WartaHukum.net Baca Selengkapnya

Ekowisata Terumbu Karang Watu Dodol, Cara Sederhana Menuju Ekonomi Biru - detikJatim Baca Selengkapnya

Pengunjung Pantai Watu Dodol Resah, Diduga Pungli Berkedok Parkir - LINTASJATIMNEWS.COM Baca Selengkapnya

Grand Watu Dodol Banyuwangi Punya Miniatur Ekosistem Biota Laut, Anak-Anak Tak Perlu Lagi Snorkeling - Radar Banyuwangi - Radar Banyuwangi Baca Selengkapnya

Misteri Watu Dodol: Batu Tertinggi dan Patung Gandrung yang Bisa Bergerak dan Raut Wajah Berubah - Akurat Jateng - Jateng News - Akurat.co Baca Selengkapnya

Ikon Banyuwangi yang Rumornya Dihuni Beberapa Jin - kilasjatim.com Baca Selengkapnya

Perhutani Banyuwangi Utara Tidak Serius Menangani Kasus Pencurian Kayu Jati - Teropong Indonesia News Baca Selengkapnya

Libur Hari Raya Natal, Kunjungan Wisatawan di Banyuwangi Naik 5 Kali Lipat - Liputan6.com Baca Selengkapnya

Puluhan Tukik Dilepasliarkan di Pantai Watudodol Banyuwangi - detikJatim Baca Selengkapnya

Akibat Overloading Muatan Truk Bemuatan Tanah Terguling di Kawasan Wisata Watu Dodol - Madu TV Baca Selengkapnya

5 Rekomendasi Pantai di Banyuwangi yang Cantik Bikin Wisatawan Terhipnotis: Cocok Masuk Waiting List Weekend - tugujatim.id Baca Selengkapnya

Lagi, Jalur Penghubung Jawa - Bali Kembali Terjadi Kemacetan. - Viva Baca Selengkapnya

Selamatkan Laut, Ratusan Terumbu Karang Ditenggelamkan di Selat Bali - tvOneNews.com Baca Selengkapnya

Pesona Bahari GWD, Tumbuhkan Geliat Ekonomi Pariwisata dan Cinta Lingkungan - Jawa Pos - JawaPos Baca Selengkapnya

Puluhan Terumbu Karang Ditanam di Perairan Grand Watudodol Banyuwangi - detikJatim Baca Selengkapnya

Banyuwangi



Banyuwangi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kota dari kabupaten ini ini berada di Kecamatan Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di kawasan Tapal Kuda, yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso di sebelah utara, Selat Bali dan Provinsi Bali di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur dan juga kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa.

Di pesisir Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan penghubung utama antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Masyarakat penghuni daerah ini adalah suku Jawa Osing atau Wong Blambangan.

Sejarah

Artikel utama: Sejarah Banyuwangi

Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Kangjeng Suhunan Prabu Tawang Alun.

Sejak tahun 1743, secara administratif VOC telah menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar Perjanjian Ponorogo yang diantara isinya adalah penyerahan kekuasaan Kartasura di Jawa bagian timur (termasuk Blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Kartasura tidak pernah mewarisi Blambangan dari Kesultanan Mataram karena Kangjeng Suhunan Prabu Tawangalun telah menyatakan kemerdekaan Balambangan pada 23 Pebruari 1653 dan Mataram tidak pernah menundukkannya lagi hingga Mataram hancur akibat Perang Raden Trunajaya.

Pasca Perjanjian Ponorogo tahun 1743, VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaannya sampai pada akhir abad ke-17, ketika Perusahaan Hindia Timur Britania menjalin hubungan dagang dengan Blambangan..

READ  PANTAI BLIMBINGSARI BANYUWANGI

VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767–1772) dan bahkan baru berakhir tahun 1777.

Dalam rangkaian peperangan itu terdapat beberapa pertempuran dahsyat yang salah satunya disebut Perang Puputan Bayu yang merupakan perlawanan rakyat Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC.

Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda.

Akhir dari perang ini, VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai Bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya Kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.

Legenda

Tokoh legenda yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena dicurigai oleh suaminya telah selingkuh ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang Sri Tanjung selingkuh, tetapi jika berbau harum (wangi) maka Sri Tanjung tidak selingkuh". Dan ketika darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesallah sang suami yang dikenal sebagai Sidopekso ini.

Harumnya air itulah yang kemudian diyakini sebagai asal mula nama daerah itu sebagai Banyuwangi.

Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap Kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo tidak ada dalam daftar raja Balambangan menurut Babad Sembar sehingga dapat dipastikan bahwa kisah ini hanya legenda saja.

Julukan

Patung selamat datang di Banyuwangi pada kaki gunung Gumitir

Banyuwangi menyandang beberapa julukan, di antaranya:

  • The Sunrise of Java

Julukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di Pulau Jawa.

  • Bumi Blambangan

Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di Pulau Jawa.

  • Osing

Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Banyuwangen (kini lebih dikenal dengan Osing).

Suku Osing adalah penduduk asli Kabupaten Banyuwangi. Mereka mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang sedikit berbeda dari masyarakat Jawa umumnya.

  • Santet

Julukan Banyuwangi bumi santet terkenal sejak peristiwa memilukan ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet. Peristiwa ini dikenal luas oleh masyarakat sebagai “Tragedi Santet” Tahun 1998.

  • Gandrung

Banyuwangi terkenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kabupaten ini.

  • 'Banteng

Banyuwangi dijuluki bumi banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.

  • Pisang

Sejak dahulu Banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.

  • Festival

Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk Banyuwangi Festival.

Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, budaya, fesyen, dan wisata olahraga.

Geografi

GentengBangorejoKalibaruGlenmoreSronoSonggonLicinBanyuwangiSempuRogojampiGiriKalipuroGambiranTegalsariPesanggaranPurwoharjoWongsorejoGlagahKabatSingojuruhBlimbingsariMuncarCluringTegaldlimoSiliragung Peta administrasi kabupaten Banyuwangi

READ  AYAM PEDAS BANYUWANGI

Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7º45’15”–8º43’2” LS dan 113º38’10” BT.

Wilayah Banyuwangi cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.344 m) dan Gunung Merapi (2.799 m). Di balik Gunung Merapi terdapat Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya. Gunung Raung dan Gunung Ijen adalah gunung api aktif.

Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan penangkaran penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.

Pantai timur Banyuwangi yang menghadap ke Selat Bali merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Tepatnya di Kecamatan Muncar yaitu pelabuhan perikanan Muncar.

Batas wilayah

Wilayah Kabupaten Banyuwangi berbatasan langsung dengan beberapa wilayah lain, yakni:

Kabupaten Banyuwangi terletak di ketinggian 0–2.500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan tingkat kelerengan, wilayah Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam empat kategori tingkat kelerangan, yaitu tingkat kelerengan 0–2%, tingkat kelerengan 2–15%, tingkat kelerengan 15–40%, dan tingkat kelerengan >40%. Berikut adalah detailnya:

  • Tingkat kelerengan 0–2% dapat dijumpai di seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
  • Tingkat kelerengan 2–15% dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncang dan Kecamatan Cluring
  • Tingkat kelerengan 15–40% dapat dijumpai di sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Singojuruh, Giri, dan Banyuwangi.
  • Tingkat kelerengan >40% dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Purwoharjo, Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Giri, Sempu, dan Banyuwangi.

Geohidrologi

Beberapa sungai besar maupun kecil yang melintas Kabupaten Banyuwangi mulai dari bagian utara ke selatan sehingga merupakan daerah yang cocok pertanian lahan basah, yaitu meliputi :

  • Sungai Bajulmati (20 km), melewati Kecamatan Wongsorejo.
  • Sungai Selogiri (6,173 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
  • Sungai Ketapang (10,26 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
  • Sungai Sukowidi (15,826 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
  • Sungai Bendo (15,826 km), melewati Kecamatan Glagah.
  • Sungai Sobo (13,818 km), melewati Kecamatan Banyuwangi dan Glagah.
  • Sungai Pakis (7,043 km), melewati Kecamatan Banyuwangi.
  • Sungai Tambong (24,347 km), melewati Kecamatan Glagah dan Kabat.
  • Sungai Binau (21,279 km), melewati Kecamatan Rogojampi.
  • Sungai Bomo (7,417 km), melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, dan Muncar.
  • Sungai Setail (73,35 km), melewati Kecamatan Sempu, Genteng, Tegalsari, Gambiran, Purwoharjo dan Muncar.
  • Sungai Porolinggo (30,70 km)melewati Kecamatan Genteng.
  • Sungai Kalibarumanis (18 km), melewati Kecamatan Kalibaru dan Glenmore.
  • Sungai Wagud (14,60 km), melewati Kecamatan Genteng, Cluring dan Muncar.
  • Sungai Karangtambak (25 km), melewati Kecamatan Pesanggaran.
  • Sungai Bango (18 km), melewati Kecamatan Bangorejo dan Pesanggaran.
  • Sungai Baru (80,70 km), melewati Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Tegalsari, Siliragung dan Pesanggaran.

Iklim

Suhu udara di wilayah datara rendah berkisar antara 20°–34°C, sedangkan wilayah dataran tinggi bersuhu udara kurang dari 19°C. Tingkat kelembapan di Kabupaten Banyuwangi bervariasi antara 73–84%. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi masuk dalam kategori iklim tropis basah dan kering (Aw & Am) dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Banyuwangi berlangsung pada periode MeiOktober dengan puncak musim kemarau adalah bulan Agustus. Sementara itu, musim hujan di wilayah Banyuwangi berlangsung pada periode NovemberApril dengan bulan terbasah adalah bulan Januari dan Februari yang curah hujan bulanannya lebih dari 280 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Banyuwangi berkisar antara 1.000–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan bervariasi antara 80–150 hari hujan per tahun.

READ  PARAS GEMPAL, TEMA BANYUWANGI BATIK

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dalam empat periode terakhir.

Kecamatan

Artikel utama: Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi terdiri dari 25 kecamatan, 28 kelurahan, dan 189 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2021, luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 3.593,06 km².

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Banyuwangi, adalah sebagai berikut:

Transportasi

Ibu kota Kabupaten Banyuwangi berjarak 290 km sebelah timur Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura serta titik paling timur jalur kereta api pulau Jawa yaitu Stasiun Ketapang.

Pelabuhan Ketapang terletak di Kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal Ferry, LCM, roro dan tongkang.

Angkutan Antarkota

Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang dari Anyer hingga pelabuhan Panarukan dan melewati Kabupaten Situbondo. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Probolinggo melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember. Di kedua jalur tersebut tersedia bus ekonomi maupun non-ekonomi.

Angkutan Kereta Api

Terdapat pula moda transportasi darat lainnya, yaitu jalur kereta api lintas timur Jawa dan berakhir di Banyuwangi. Stasiun Banyuwangi Kota merupakan stasiun terdekat dengan Kota Banyuwangi. Stasiun Ketapang terletak di utara Kota Banyuwangi tidak jauh dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang. Stasiun kereta api yang cukup besar di Banyuwangi adalah Stasiun Ketapang, Banyuwangi Kota, Rogojampi, Stasiun Kalisetail, (Kecamatan Sempu), dan Kalibaru. Selain itu ada juga stasiun yang lebih kecil seperti Singojuruh, Temuguruh, Glenmore, Sumberwadung dan Halte Krikilan.

Angkutan Daerah

Untuk transportasi wilayah perkotaan terdapat moda angkutan mikrolet, taksi Bosowa, Ramayana, Using Transport serta van atau yang oleh masyarakat setempat disebut 'colt' yang melayani transportasi antar kecamatan dan minibus yang melayani trayek Banyuwangi dengan kota-kota kabupaten di sekitarnya.

Angkutan Udara

Bandar Udara Internasional Banyuwangi di kecamatan Blimbingsari dalam pembangunannya sempat tersendat akibat kasus pembebasan lahan, dan memakan korban 2 bupati yang menjabat dalam masa pembangunannya yaitu Bupati Samsul Hadi (2000–2005) dan Bupati Ratna Ani Lestari (2005–2010). Dan pada tanggal 28 Desember 2010, Bandar Udara Blimbingsari telah dibuka untuk penerbangan komersial Banyuwangi (BWX) – Jakarta (CGK) – Banyuwangi (BWX) dan Banyuwangi (BWX) – Surabaya (SUB) – Banyuwangi (BWX).

Angkutan Laut dan Barang

Selain itu terdapat Pelabuhan Tanjung Wangi di Ketapang, Kecamatan Kalipuro selain sebagai pelabuhan bongkar muat barang dan peti kemas, juga melayani pelayaran ke kepulauan di bagian timur Madura, seperti Kep. Sapeken, Kep. Kangean, dan Kep. Sapudi.

Moda transportasi alternatif yang juga sudah diluncurkan berupa Kapal Cepat Marina Srikandi yang memiliki kapasitas hingga 145 orang penumpang. Pengoperasian kapal ini didorong oleh pemikiran bahwa pertumbuhan pariwisata Banyuwangi juga ditopang oleh pertumbuhan pariwisata di Bali dan Lombok, sehingga perjalanan yang menghubungkan ketiganya harus terus ditingkatkan.

Penduduk

Penduduk Kabupaten Banyuwangi terdiri dari beragam suku.

Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak objek wisata seperti:

Wisata Alam

READ  SUNRISE PANTAI GRAJAGAN BANYUWANGI

Wisata Sejarah

Wisata Desa

  • Desa Kemiren, desa dengan adat istiadat dan budaya masyarakat suku Osing yang masih terjaga.
  • Desa Tamansari, desa di kaki Gunung Ijen yang menawarkan keindahan alam khas dataran tinggi.
  • Desa Gintangan, desa dengan produk unggulan berupa kerajinan anyaman bambu kualitas ekspor yang banyak diburu wisatawan.
  • Desa Bangsring, desa yang menawarkan keindahan bawah laut Selat Bali dan eksotika Pulau Tabuhan.
  • Desa Patoman, desa yang dijuluki sebagai "Miniatur Pulau Bali" karena menawarkan suasana perdesaan ala Pulau Dewata.
  • Kelurahan Gombengsari, kelurahan dengan perkebunan kopi yang luas dan sajian olahan kopi lokal yang khas.
  • Kelurahan Temenggungan, kampung di pusat Kota Banyuwangi yang menawarkan suasana perkampungan klasik tempo dulu dengan balutan seni dan budaya lokal yang senantiasa dilestarikan.

Kebudayaan

Petirtan di Pura Beji Ananthaboga dan Pelinggih Ganesha

Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah lintas pulau antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga menjadi salah satu tempat pertemuan berbagai jenis kebudayaan. Budaya masyarakat Banyuwangi sangat beragam dan meliputi budaya lokal dari suku Jawa, suku Bali, suku Madura, dan suku Melayu. Terdapat pula budaya asing yang meliputi budaya Eropa.

Di dusun Selorejo, kecamatan Glenmore, di lereng Gunung Raung, terdapat Pura Beji Ananthaboga, sebuah pura dan petirtaan yang terletakserta menempati wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Barat.

Batik

Batik yang disebut-sebut sebagai jati diri Bangsa Indonesia tak bisa diragukan. Keberadaannya memang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa. Motif-motifnya pun terinspirasi tak jauh dari kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan banyuwangi, memiliki beberapa motif yang terkenal yaitu

  • Gajah Oling
  • Paras Gempal
  • Sekar Jagad
  • Kangkung Setingkes
  • Mata Ayam

Jenis Batik tadi merupakan sebagian dari Motif Batik khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.

Lagu Daerah

  • Umbul-Umbul Blambangan
  • Ugo-Ugo
  • Banyuwangi Ijo Royo-Royo
  • Seblang Lukinto
  • Cengkir Gadhing
  • Ulan Andung Andung

Kesenian tradisional

Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain:

Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.

Musik khas Banyuwangi

Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.

Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama, dan angklung, atau rebana.