JANGAN UYAH ASEM BANYUWANGI
Jangan Uyah Asem – Ada beragam kuliner khas Banyuwangi, salah satunya adalah Jangan Uyah Asem atau masyarakat suku Osing Banyuwangi biasa menyebutnya Uyah Asem.”Jangan” dalam bahasa Indonesia artinya adalah sayur. Bentuknya seperti sop, namun kuahnya pedas dan asam.
Memang untuk menikmati kuliner ini tidak semudah mencari kuliner Banyuwangi lain seperti Sego Tempong atau Rujak Soto, karena secara tradisional hanya disajikan pada acara tertentu saja.
Uyah asem biasanya dibuat dengan bahan dasar ayam kampung dan pepaya muda (kates enom). Ayam kampung dipilih sebagai bahan utamanya karena mempunyai tekstur yang lebih padat daripada ayam potong atau ayam horen, selain itu rasanya juga lebih gurih. Bumbu yang diperlukan untuk membuat masakan ini cukup sederhana, yakni terdiri dari cabe merah, cabe rawit, tomat, gula dan garam yang dicampur dan dihaluskan. Jika ingin lebih memberikan rasa yang lebih asam lagi bisa ditambahkan dengan irisan-irisan belimbing wuluh sehingga rasanya asam namun tetap segar untuk proses masaknya. Cara memasaknya, ayam direbus hingga empuk, kemudian masukkan irisan pepaya mentah dan bumbu yang sudah dihaluskan. Masak sampai pepaya empuk dan bumbu sudah meresap,maka Uyah Asem pun siap dihidangkan.
Kuliner yang satu ini sangat cocok jika dinikmati saat suasana panas dengan ditemani nasi, sambal dan kerupuk. Rasanya kuah yang pedas, asam dan gurih membuat kita akan kepanasan dengan pedasnya namun sangat terasa di lidah.
Tapi jika Anda tidak sempat membuat sendiri, masih bisa menikmati makanan rumahan masyarakat Banyuwangi ini di Pondok Makan Bu Erni di Jalan Raya Glagah Dusun Jambean Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.Kedai sederhana ini menyediakan menu “Jangan Uyah Asem” yang isinya potongan besar ayam kampung yang rasanya gurih dan nikmat. Bu Erni (55) pemilik kedai mengatakan ia sengaja memilih menggunakan ayam kampung karena dagingnya lebih gurih dibandingkan ayam potong.
“Rasanya lebih keset. Kalau ayam potong kan lemaknya itu banyak yang nggak suka karena daging ayamnya kan nggak usah digoreng langsung dimasukkan ke kuah setelah dicuci bersih dan dipotong potong,” jelasnya.
Rasa asam yang dihasilkan dari kuah bening tersebut berasal dari potongan belimbing sayur. Istimewanya juga di tambahkan dengan daun wadung yang mempunya rasa asam, “Daun ditambahkan agar rasanya tambah segar. Belimbingnya saya ambil di halaman warung. Jadi masih segar,” tambahnya.
Jika anda memesan satu porsi, anda lengkap mendapatkan semangkuk Jangan Uyah Asem, sambal mentah yang rasanya pedas dan juga beberapa potong tempe. “Tempenya berbeda dengan yang lainnya karena dibuat dengan bungkus daun pisang. Tempenya buatan tetangga sini,” katanya.
Untuk nasi jangan khawatir, karena anda bebas mengambilnya sendiri bahkan bisa tambah tanpa perlu membayar lebih. Bu Erni mengaku memilih menu Jangan Uyah Asem karena menu rumahan tersebut jarang dijual di warung. “Kalau ada keluarga yang datang dari luar kota selalu minta dimasaki menu ini,” katanya.
Ia mengaku pelanggannya cukup banyak terutama mereka yang tinggal di luar kota. Namun tidak sedikit wisatawan yang menuju ke Gunung Ijen mampir ke warungnya. “Kebetulan di sini kan jalur menuju Gunung Ijen jadi banyak yang mampir ke sini,” katanya.
masakan banyuwangi
Umyah Ramadhan éL Hotel Banyuwangi, Sajikan Pilihan Beragam Menu Buka Puasa - Radar Banyuwangi - Radar Banyuwangi Baca Selengkapnya
Perputaran Uang di Pasar Kuliner Ngerandu Buko Banyuwangi Menggiurkan, Omzet Dua Lapak Bebek Rempah Tembus Rp 9 Juta Sehari - Radar Banyuwangi - Radar Banyuwangi Baca Selengkapnya
Kisah Warung Nasi Tempong Legendaris di Banyuwangi, Awalnya Langganan Anak Kos Kini Jadi Kuliner Favorit ... - Merdeka.com Baca Selengkapnya
Geliatkan Pasar Takjil Ramadan, Banyuwangi Gelar Festival Ngrandu Buko - Tribun Jatim-Timur Baca Selengkapnya
5 Kuliner yang Wajib Dicoba saat Liburan di Banyuwangi - detikJatim Baca Selengkapnya
Sensasi Kuliner Unik: Rujak Soto, Perpaduan Legendaris Khas Banyuwangi - beritajatim | Portal Berita Jawa Timur Baca Selengkapnya
Ini Dia 4 Kuliner Asli Banyuwangi yang Raih HAKI dari Kemenkumham - Liputan6.com Baca Selengkapnya
Empat Kuliner Banyuwangi Ditetapkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal - Suara Surabaya Baca Selengkapnya
Ragam Kuliner di Festival Pecinan Banyuwangi, dari Nasi Hainan hingga Ayam Char Siu - Cantika.com Baca Selengkapnya
Menikmati Nasi Tempong, kuliner khas Banyuwangi di Bali - Elshinta.com Baca Selengkapnya
4 Kuliner Banyuwangi Diakui Sebagai Kekayaan Komunal | diplomasi - Republika Online Baca Selengkapnya
Menikmati Kuliner Geseng Pitik dari Resep Turun Menurun di Banyuwangi - Kompas TV Baca Selengkapnya
Sego Cawuk, Makanan Khas Bayuwangi yang Punya Citarasa Unik - SajianSedap Baca Selengkapnya
Rekomendasi 11 Kuliner yang Wajib Anda Cicipi Saat Berada di Banyuwangi - Travel Tempo.co Baca Selengkapnya
Nasi Tempong, Pedasnya Kuliner Khas Banyuwangi - Jatim Solopos.com Baca Selengkapnya
Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini berada di Kecamatan Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di kawasan Tapal Kuda, yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso di sebelah utara, Selat Bali dan Provinsi Bali di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat. Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur dan juga kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa.
Di pesisir Kabupaten Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan penghubung utama antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Masyarakat penghuni daerah ini adalah suku Jawa Osing atau Wong Blambangan.
Sejarah>>> > >>>
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Kangjeng Suhunan Prabu Tawang Alun.
Sejak tahun 1743, secara administratif VOC telah menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar Perjanjian Ponorogo yang diantara isinya adalah penyerahan kekuasaan Kartasura di Jawa bagian timur (termasuk Blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Kartasura tidak pernah mewarisi Blambangan dari Kesultanan Mataram karena Kangjeng Suhunan Prabu Tawangalun telah menyatakan kemerdekaan Balambangan pada 23 Pebruari 1653 dan Mataram tidak pernah menundukkannya lagi hingga Mataram hancur akibat Perang Raden Trunajaya.
Pasca Perjanjian Ponorogo tahun 1743, VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaannya sampai pada akhir abad ke-17, ketika Perusahaan Hindia Timur Britania menjalin hubungan dagang dengan Blambangan..
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767–1772) dan bahkan baru berakhir tahun 1777.
Dalam rangkaian peperangan itu terdapat beberapa pertempuran dahsyat yang salah satunya disebut Perang Puputan Bayu yang merupakan perlawanan rakyat Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC.
Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda.
Akhir dari perang ini, VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai Bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya Kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.
Legenda>>> > >>>
Tokoh legenda yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena dicurigai oleh suaminya telah selingkuh ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang Sri Tanjung selingkuh, tetapi jika berbau harum (wangi) maka Sri Tanjung tidak selingkuh". Dan ketika darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesallah sang suami yang dikenal sebagai Sidopekso ini.
Harumnya air itulah yang kemudian diyakini sebagai asal mula nama daerah itu sebagai Banyuwangi.
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap Kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo tidak ada dalam daftar raja Balambangan menurut Babad Sembar sehingga dapat dipastikan bahwa kisah ini hanya legenda saja.
Julukan>>> > >>>
Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan, di antaranya:
- The Sunrise of Java
Julukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di Pulau Jawa.
- Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di Pulau Jawa.
- Osing
Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Banyuwangen (kini lebih dikenal dengan Osing).
Suku Osing adalah penduduk asli Kabupaten Banyuwangi. Mereka mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang sedikit berbeda dari masyarakat Jawa umumnya.
- Santet
Julukan Banyuwangi kota santet terkenal sejak peristiwa memilukan ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet. Peristiwa ini dikenal luas oleh masyarakat sebagai “Tragedi Santet” Tahun 1998.
- Gandrung
Kabupaten Banyuwangi terkenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kabupaten ini.
- 'Banteng
Kabupaten Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.
- Pisang
Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.
- Festival
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk Banyuwangi Festival.
Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, budaya, fesyen, dan wisata olahraga.
Geografi>>> > >>>
>>>Genteng>>>Bangorejo>>>Kalibaru>>>Glenmore>>>Srono>>>Songgon>>>Licin>>>Banyuwangi>>>Sempu>>>Rogojampi>>>Giri>>>Kalipuro>>>Gambiran>>>Tegalsari>>>Pesanggaran>>>Purwoharjo>>>Wongsorejo>>>Glagah>>>Kabat>>>Singojuruh>>>Blimbingsari>>>Muncar>>>Cluring>>>Tegaldlimo>>>Siliragung> Peta administrasi kabupaten BanyuwangiSecara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7º45’15”–8º43’2” LS dan 113º38’10” BT.
Wilayah Kabupaten Banyuwangi cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.344 m) dan Gunung Merapi (2.799 m). Di balik Gunung Merapi terdapat Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya. Gunung Raung dan Gunung Ijen adalah gunung api aktif.
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan penangkaran penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi yang menghadap ke Selat Bali merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Tepatnya di Kecamatan Muncar yaitu pelabuhan perikanan Muncar.
Batas wilayah>>> > >>>
Wilayah Kabupaten Banyuwangi berbatasan langsung dengan beberapa wilayah lain, yakni:
Kabupaten Banyuwangi terletak di ketinggian 0–2.500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan tingkat kelerengan, wilayah Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam empat kategori tingkat kelerangan, yaitu tingkat kelerengan 0–2%, tingkat kelerengan 2–15%, tingkat kelerengan 15–40%, dan tingkat kelerengan >40%. Berikut adalah detailnya:
- Tingkat kelerengan 0–2% dapat dijumpai di seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
- Tingkat kelerengan 2–15% dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncang dan Kecamatan Cluring
- Tingkat kelerengan 15–40% dapat dijumpai di sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Singojuruh, Giri, dan Banyuwangi.
- Tingkat kelerengan >40% dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Purwoharjo, Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Giri, Sempu, dan Banyuwangi.
Geohidrologi>>> > >>>
Beberapa sungai besar maupun kecil yang melintas Kabupaten Banyuwangi mulai dari bagian utara ke selatan sehingga merupakan daerah yang cocok pertanian lahan basah, yaitu meliputi :
- Sungai Bajulmati (20 km), melewati Kecamatan Wongsorejo.
- Sungai Selogiri (6,173 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
- Sungai Ketapang (10,26 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
- Sungai Sukowidi (15,826 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
- Sungai Bendo (15,826 km), melewati Kecamatan Glagah.
- Sungai Sobo (13,818 km), melewati Kecamatan Banyuwangi dan Glagah.
- Sungai Pakis (7,043 km), melewati Kecamatan Banyuwangi.
- Sungai Tambong (24,347 km), melewati Kecamatan Glagah dan Kabat.
- Sungai Binau (21,279 km), melewati Kecamatan Rogojampi.
- Sungai Bomo (7,417 km), melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, dan Muncar.
- Sungai Setail (73,35 km), melewati Kecamatan Sempu, Genteng, Tegalsari, Gambiran, Purwoharjo dan Muncar.
- Sungai Porolinggo (30,70 km)melewati Kecamatan Genteng.
- Sungai Kalibarumanis (18 km), melewati Kecamatan Kalibaru dan Glenmore.
- Sungai Wagud (14,60 km), melewati Kecamatan Genteng, Cluring dan Muncar.
- Sungai Karangtambak (25 km), melewati Kecamatan Pesanggaran.
- Sungai Bango (18 km), melewati Kecamatan Bangorejo dan Pesanggaran.
- Sungai Baru (80,70 km), melewati Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Tegalsari, Siliragung dan Pesanggaran.
Iklim>>> > >>>
Suhu udara di wilayah datara rendah berkisar antara 20°–34°C, sedangkan wilayah dataran tinggi bersuhu udara kurang dari 19°C. Tingkat kelembapan di Kabupaten Banyuwangi bervariasi antara 73–84%. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi masuk dalam kategori iklim tropis basah dan kering (Aw & Am) dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Banyuwangi berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan puncak musim kemarau adalah bulan Agustus. Sementara itu, musim hujan di wilayah Banyuwangi berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah bulan Januari dan Februari yang curah hujan bulanannya lebih dari 280 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Banyuwangi berkisar antara 1.000–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan bervariasi antara 80–150 hari hujan per tahun.
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dalam empat periode terakhir.
Kecamatan>>> > >>>
Artikel utama: Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten BanyuwangiKabupaten Banyuwangi terdiri dari 25 kecamatan, 28 kelurahan, dan 189 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Pada tahun 2021, luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 3.593,06 km².
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Banyuwangi, adalah sebagai berikut:
Transportasi>>> > >>>
Ibu kota Kabupaten Banyuwangi berjarak 290 km sebelah timur Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura serta titik paling timur jalur kereta api pulau Jawa yaitu Stasiun Ketapang.
Pelabuhan Ketapang terletak di Kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal Ferry, LCM, roro dan tongkang.
Angkutan Antarkota>>> > >>>
Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang dari Anyer hingga pelabuhan Panarukan dan melewati Kabupaten Situbondo. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Probolinggo melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember. Di kedua jalur tersebut tersedia bus ekonomi maupun non-ekonomi.
Angkutan Kereta Api>>> > >>>
Terdapat pula moda transportasi darat lainnya, yaitu jalur kereta api lintas timur Jawa dan berakhir di Banyuwangi. Stasiun Banyuwangi Kota merupakan stasiun terdekat dengan Kota Banyuwangi. Stasiun Ketapang terletak di utara Kota Banyuwangi tidak jauh dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang. Stasiun kereta api yang cukup besar di Banyuwangi adalah Stasiun Ketapang, Banyuwangi Kota, Rogojampi, Stasiun Kalisetail, (Kecamatan Sempu), dan Kalibaru. Selain itu ada juga stasiun yang lebih kecil seperti Singojuruh, Temuguruh, Glenmore, Sumberwadung dan Halte Krikilan.
Angkutan Daerah>>> > >>>
Untuk transportasi wilayah perkotaan terdapat moda angkutan mikrolet, taksi Bosowa, Ramayana, Using Transport serta van atau yang oleh masyarakat setempat disebut 'colt' yang melayani transportasi antar kecamatan dan minibus yang melayani trayek Banyuwangi dengan kota-kota kabupaten di sekitarnya.
Angkutan Udara>>> > >>>
Bandar Udara Internasional Banyuwangi di kecamatan Blimbingsari dalam pembangunannya sempat tersendat akibat kasus pembebasan lahan, dan memakan korban 2 bupati yang menjabat dalam masa pembangunannya yaitu Bupati Samsul Hadi (2000–2005) dan Bupati Ratna Ani Lestari (2005–2010). Dan pada tanggal 28 Desember 2010, Bandar Udara Blimbingsari telah dibuka untuk penerbangan komersial Banyuwangi (BWX) – Jakarta (CGK) – Banyuwangi (BWX) dan Banyuwangi (BWX) – Surabaya (SUB) – Banyuwangi (BWX).
Angkutan Laut dan Barang>>> > >>>
Selain itu terdapat Pelabuhan Tanjung Wangi di Ketapang, Kecamatan Kalipuro selain sebagai pelabuhan bongkar muat barang dan peti kemas, juga melayani pelayaran ke kepulauan di bagian timur Madura, seperti Kep. Sapeken, Kep. Kangean, dan Kep. Sapudi.
Moda transportasi alternatif yang juga sudah diluncurkan berupa Kapal Cepat Marina Srikandi yang memiliki kapasitas hingga 145 orang penumpang. Pengoperasian kapal ini didorong oleh pemikiran bahwa pertumbuhan pariwisata Banyuwangi juga ditopang oleh pertumbuhan pariwisata di Bali dan Lombok, sehingga perjalanan yang menghubungkan ketiganya harus terus ditingkatkan.
Penduduk>>> > >>>
Penduduk Kabupaten Banyuwangi terdiri dari beragam suku.
Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak objek wisata seperti:
Wisata Alam>>> > >>>
- Kawah Ijen
- Pantai Boom Banyuwangi
- Pantai Plengkung
- Pantai Rajegwesi
- Pantai Pulau Merah
- Pantai Watu Dodol
- Pantai Teluk Hijau
- Pantai Teluk Biru
- Pantai Lampon
- Pantai Blimbingsari
- Pantai Wedi Ireng
- Pantai Sukamade
- Pantai Cemara
- Pantai Cacalan
- Pulau Tabuhan
- Bangsring Underwater
- Waduk Sidodadi
- Waduk Bajulmati
- Rawa Bayu
- Air Terjun Lider
- Air Terjun Wonorejo (Tirto Kemanten)
- Air Terjun Jagir
- Air Terjun Antogan
- Air Terjun Selendang Arum
- Air Terjun Telunjuk Raung
- Wisata Arung Jeram Kali Badeng
- Taman Nasional Alas Purwo
- Taman Nasional Meru Betiri
- Savanna Sadengan
- Hutan De Djawatan
Wisata Sejarah>>> > >>>
- Asrama Inggris
- Situs Prabu Tawang Alun
- Situs Umpak Songgo
- Situs Kawitan
- Situs Rawa Bayu
- Situs Candi Agung Gumuk Kancil
- Museum Blambangan
Wisata Desa>>> > >>>
- Desa Kemiren, desa dengan adat istiadat dan budaya masyarakat suku Osing yang masih terjaga.
- Desa Tamansari, desa di kaki Gunung Ijen yang menawarkan keindahan alam khas dataran tinggi.
- Desa Gintangan, desa dengan produk unggulan berupa kerajinan anyaman bambu kualitas ekspor yang banyak diburu wisatawan.
- Desa Bangsring, desa yang menawarkan keindahan bawah laut Selat Bali dan eksotika Pulau Tabuhan.
- Desa Patoman, desa yang dijuluki sebagai "Miniatur Pulau Bali" karena menawarkan suasana perdesaan ala Pulau Dewata.
- Kelurahan Gombengsari, kelurahan dengan perkebunan kopi yang luas dan sajian olahan kopi lokal yang khas.
- Kelurahan Temenggungan, kampung di pusat Kota Banyuwangi yang menawarkan suasana perkampungan klasik tempo dulu dengan balutan seni dan budaya lokal yang senantiasa dilestarikan.
Kebudayaan>>> > >>>
Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah lintas pulau antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, sehingga menjadi salah satu tempat pertemuan berbagai jenis kebudayaan. Budaya masyarakat Banyuwangi sangat beragam dan meliputi budaya lokal dari suku Jawa, suku Bali, suku Madura, dan suku Melayu. Terdapat pula budaya asing yang meliputi budaya Eropa.
Di dusun Selorejo, kecamatan Glenmore, di lereng Gunung Raung, terdapat Pura Beji Ananthaboga, sebuah pura dan petirtaan yang terletakserta menempati wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Barat.
Batik>>> > >>>
Batik yang disebut-sebut sebagai jati diri Bangsa Indonesia tak bisa diragukan. Keberadaannya memang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa. Motif-motifnya pun terinspirasi tak jauh dari kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan banyuwangi, memiliki beberapa motif yang terkenal yaitu
- Gajah Oling
- Paras Gempal
- Sekar Jagad
- Kangkung Setingkes
- Mata Ayam
Jenis Batik tadi merupakan sebagian dari Motif Batik khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.
Lagu Daerah>>> > >>>
- Umbul-Umbul Blambangan
- Ugo-Ugo
- Banyuwangi Ijo Royo-Royo
- Seblang Lukinto
- Cengkir Gadhing
- Ulan Andung Andung
Kesenian tradisional>>> > >>>
Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain:
- Angklung Khas Osing
- Angklung Caruk
- Angklung Tetak
- Angklung Paglat
- Angklung Blambangan
- Barong Banyuwangi
- Barong Kemiren
- Barong Kumbo
- Barong Prejeng
- Barong Lundoyo
- Barong Ider Bumi
- Barong Bali
- Barongsai
- Ogoh-Ogoh
- Ondel-Ondel
- Janger Banyuwangi
- Teater Banyuwangi
- Drama Janger
- Drama Osing
- Jejer Gandrung
- Jaranan
- Jaranan Buto
- Pacu Gandrung
- Gandrung Dor
- Gandrung Marsan
- Gandrung Seblang Lukinto
- Gama Gandrung
- Gandrung Banyuwangi
- Gedhogan
- Kebo-Keboan
- Keboan
- Kuwung
- Kuntulan
- Mocoan Pacul Gowang
- Patrol Banyuwangi
- Seblang
- Wayang Osing
Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.
Musik khas Banyuwangi>>> > >>>
Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.
Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama, dan angklung, atau rebana.